SHARE

istimewa

Pentas “Budayaw Raya”

Ram Prapanca sebagai dramaturg pertunjukan “Budayaw Raya”, menyampaikan pertunjukan ini menggambarkan keragaman budaya empat negara. Ia mengatakan, keragaman dan perbedaan dalam kebersamaan adalah titik pijak bagi kehidupan yang berkelanjutan. “Keragaman bukanlah kutukan, tapi berkah bagi semua orang. Ketahuilah, kebersamaan dalam keragaman itu tidak terwujud begitu saja,” ungkapnya.

Sementara itu, lanjutnya, kebersamaan adalah sebuah proses tanpa akhir. Berbagai pertentangan senantiasa akan muncul dalam proses itu. Masing-masing berdiri di tempatnya sendiri, melihat segalanya dari ruang dan waktu yang berbeda. Itulah pelangi yang membentang di cakrawala kehidupan.

“Ingatlah, perbedaan akan membentangkan jarak tanpa batas. Tapi di sini, di mana-mana, setiap titik dalam perjalanan ini, kita harus mengikatkan diri dengan orang lain. Kita terpisah, terpecah, menyebar, patah, tumbuh, hilang berganti. Kita bangkit kembali, mengalir, bergerak, berpusar, menyatu dalam ikatan baru, lingkaran baru, kebersamaan baru. Kita rayakan berkah ini, bersama-sama,” katanya.

Untuk menyukseskan pentas “Budayaw Raya”, para peserta telah berlatih bersama dengan penata gerak Ridwan Aco dan Nanang Ruswandi yang dibantu asisten Ela Mutiara Jaya Waluya dan Rines Onyxi Tampubolon. Adapun penata musik ditata oleh Fattah Tuturilino. Lighting: Sukma Sillanan & Cua. Desain Grafis: Agus Linting.

Seminar Jalur Rempah

Pada penutupan Festival Budayaw IV, juga digelar seminar internasional bertajuk “Jalur Maritim dan Rempah dalam Konektivitas Budaya di Kawasan Asia Tenggara dan Dunia pada Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan”. Hadir lima narasumber dari negara anggota BIMP-EAGA, yaitu Horst Liebner, Fadly Rahman, Muhammad Ridwan Alimuddin, Dayang Adibah binti Md Jaafar, dan Ed Gibson Benedicta.

Direktur Arini mengatakan seminar ini bisa mengungkap adanya konektivitas, baik dari aspek sejarahnya, maupun aspek kultural. Ia berharap, seminar internasional ini bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat di empat negara dalam membangun suatu narasi yang lebih luas tentang Jalur Rempah.

”Seminar ini nantinya bisa mengungkap bahwa ketersambungan ini adalah sebuah peradaban yang mungkin tiap-tiap daerah di Indonesia maupun dunia internasional menjadi suatu keniscayaan bahwa kita sebenarnya saling beririsan antarbudaya, bisa saling-silang budaya,” ujarnya.  

Sementara itu, kurator Festival Budayaw IV, Adi Wicaksono, mengatakan seminar internasional ini membahas sejarah Jalur Rempah dan maritim dalam konteks konektivitas budaya di kawasan Asia Tenggara dan dunia.

“Sebelum rempah menjadi komoditas penting dalam perdagangan global pada era niaga abad ke-15 hingga ke-17, jauh sebelumnya sejak awal abad Masehi, jalur pelayaran bahari sudah terbentuk antara kawasan Nusantara, Asia Tenggara, dan belahan dunia yang lain. Penyebaran rempah berkelindan dengan pembentukan jalur pelayaran tersebut, seiring pemanfaatan rempah yang juga sudah berlangsung sejak masa awal,” tuturnya.

Untuk mendalami bagaimana terbentuknya jalur pelayaran maupun penyebaran rempah sebagai pemicu peradaban dan pembentukan sejarahnya, Adi melanjutkan, pembahasan seminar dilakukan oleh pembicara dari Brunei dan Malaysia, yakni Dayang Adibah binti Md Jaafar dan Ed Gibson Benedicta. Sementara pembicara dari Indonesia membahas tentang sejarah pembentukan jalur pelayaran terkait dengan pengembangan teknologi perkapalan sejak masa awal di Nusantara oleh Horst Liebner dan Muhammad Ridwan Alimuddin.

Di samping itu, dibahas juga mengenai pemanfaatan rempah dalam berbagai aspeknya, terutama sejarah pemanfaatan pangan yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat serta pemanfaatan atau penggunaan rempah dalam makanan atau khazanah boga dalam kebudayaan di Indonesia yang diisi oleh Fadly Rahman. 

Halaman :
Tags
SHARE