SHARE

istimewa

Latar kehidupan yang berbeda dialami oleh Noni Fitriana. Jika Ona, Weldie, dan Tuwan tinggal di Sabah, maka sejak usia satu tahun, Norin Fitriana beserta ibu dan kakak laki-lakinya tinggal di Johor, Malaysia. Orang tua Norin berasal dari Padang, Sumatra Barat. Namun, sama seperti yang lain, bayangan untuk bisa bersekolah di Indonesia sudah sejak lama menjadi impian. Meski sudah dua bulan menjalani pendidikan lanjutan di SMA Rambipuji, Jember, tetapi cita-citanya sedari dahulu tidak berubah, yaitu ingin menjadi seorang penari. Lebih dari itu, Norin pun bercita-cita dapat membawa orang tua dan kakaknya kembali ke kampung halaman.

“Harapan saya bisa langsung lanjut ke jenjang kuliah dan setelah sukses, membawa orang tua kembali ke Indonesia, ke Sumatra Barat,” tutur Norin.

Weldie, Ona, Tuwan, dan Norin adalah potret kecil dari 299 siswa penerima program ADEM Repatriasi yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun ini. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek),  Nadiem Anwar Makarim, dalam sambutannya pada pembukaan acara Wawasan Kebangsaan mengingatkan kepada para siswa agar memanfaatkan program ini semaksimal mungkin, terlebih karena pembelajaran di sekolah sudah lebih menyenangkan berkat Kurikulum Merdeka.

Mendikbudristek mendorong agar selama menempuh pendidikan jenjang SMA, para siswa berupaya menorehkan prestasi dan mencari peluang untuk meraih beasiswa jenjang kuliah yang kini sudah makin banyak pilihannya, seperti Beasiswa Indonesia Maju, Beasiswa LPDP untuk jenjang S1, dan Kartu Indonesia Pintar.

“Untuk mendapatkan beasiswa, prestasi adik-adik di SMA menjadi salah satu poin pertimbangan, oleh karena itu gunakannya kesempatan yang berharga ini untuk belajar dengan optimal, berkarya sebanyak mungkin, dan meraih prestasi setinggi-tingginya,” ujar Nadiem.

Di sisi lain, Ketua Tim Kelompok Kerja Afirmasi Pendidikan Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbudristek, Aji Kusumanto, optimistis bahwa para siswa ADEM Repatriasi ini akan mampu beradaptasi dengan waktu yang relatif pendek, karena di negaranya sendiri mereka lebih bisa merasakan ketenangan dan kenyamanan tinggal serta belajar, meskipun jauh dari orang tua. Di Tanah Air, mereka memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya. Selain itu, rata-rata anak-anak para buruh migran tersebut mampu berbahasa asing.

“Anak repatriasi ini cenderung lebih lancar berbahasa Inggrisnya, karena di luar negeri menggunakan itu. Jadi, memang (tantangannya) lebih ke adaptasi lingkungan,” ungkap Aji.

Saat ini, lanjut Aji, anak-anak Indonesia peserta program ADEM Repatriasi 2023 semuanya berasal dari wilayah perbatasan Malaysia dan Indonesia, dengan sejumlah peserta terbaru dari Johor Bahru. Ke-299 siswa tersebut telah melanjutkan pendidikan menengah di 11 provinsi di Indonesia, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten, Lampung, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Senada dengan pesan Mendikbudristek Nadiem Makarim, ke depan, Aji berharap para siswa tetap dapat melanjutkan pendidikan tinggi di Indonesia, baik melalui program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADiK) Repatriasi, Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK), atau skema beasiswa lainnya.

Halaman :
Tags
SHARE